Rabu, 14 Januari 2015

Tugas Media Bimbingan dan Konseling



BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Dunia telah berubah. Dewasa ini kita hidup dalam era informasi/global. Dalam era informasi, kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi telah memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang cepat tanpa terhambat oleh batas ruang dan waktu (Dryden & Voss, 1999). Berbeda dengan era agraris dan industri, kemajuan suatu bangsa dalam era informasi sangat tergantung pada kemampuan masyarakatnya dalam memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan produktifitas. Karakteristik masyarakat seperti ini dikenal dengan istilah masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Siapa yang menguasai pengetahuan maka ia akan mampu bersaing dalam era global.
Oleh karena itu, setiap negara berlomba untuk mengintegrasikan media, termasuk teknologi informasi dan komunikasi untuk semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegaranya untuk untuk membangun dan membudayakan masyarakat berbasis pengetahuan agar dapat bersaing dalam era global.
Bimbingan dan Konseling sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu (siswa), dilaksanakan melalui berbagai macam layanan. Layanan tersebut saat ini, pada saat jaman semakin berkembang, tidak hanya dapat dilakukan dengan tatap muka secara langsung, tapi juga bisa dengan memanfaatkan media atau teknologi informasi yang ada. Tujuannya adalah tetap memberikan bimbingan dan konsling dengan cara-cara yang lebih menarik,interaktif, dan tidak terbatas tempat, tetapi juga tetap memperhatikan azas-azas dan kode etik dalam bimbingan dan konseling.
B.            Rumusan Masalah
1.      Identifikasi kebutuhan media dalam BK?
2.      Identifikasi kebutuhan media sesuai dengan program BK komprehensif?
3.      Identifikasi kebutuhan media sesuai dengan kebutuhan siswa?

BAB II
PEMBAHASAN
A.           IDENTIFIKASI KEBUTUHAN MEDIA DALAM LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Media dalam konseling antara lain adalah komputer dan perangkat audio visual. komputer merupakan salah satu media yang dapat dipergunakan oleh konselor dalam proses konseling. Pelling (2002) menyatakan bahwa penggunaan computer(internet) dapat dipergunakan untuk membantu siswa dalam proses pilihan karir sampai pada tahap pengambilan keputusan pilihan karir. Hal ini sangat memungkinkan, karena dengan membuka internet, maka siswa akan dapat melihat banyak informasi atau data yang dibutuhkan untuk menentukan pilihan studi lanjut atau pilihan karirnya. Data atau informasi yang didapat melalui internet adalah data-data yang memiliki tingkat validitas tinggi. Hal ini sangat beralasan karna,data yang ada di internet dapat dibaca oleh semua orang di muka bumi.sehingga kecil kemungkinan data yang di masukan berupa data-data sampah. Sebagai contoh, saat ini dapat kita lihat di internet tentang profil sebuah perguruan tinggi. Bahkan, informasi yang di dapat tidak sebatas pada perguruan tinggi saja, tetapi bisa sampai masing-masing program studi dan bahkan sampai pada kurikulum yang dipergunakan oleh masing-masing program studi. Data-data yang didapat oleh siswa pada akhirnya menjadi suatu dasar pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tentu saja, pendampingan konselor sekolah dalam hal ini sangat diperlukan.
Penggunaan media power point Manfaat penggunaan media dalam konseling. Tidak dapat disangkal bahwa saat ini kita hidup dalam dunia teknologi.hampir seluruh sisi kehidupan kita bergantung pada kecanggihan teknologi, terutama teknologi komunikasi.bahkan,menurut pelling(2002) ketergantungan kepada teknologi ini tidak saja dikantor,tetapi sampai di rumah-rumah. Komputer merupakan salah satu media yang dapat dipergunakan oleh konselor dalam proses konseling. Pelling(2002) menyatakan bahwa penggunaan computer(internet) dapat dipergunakan untuk membantu siswa dalam proses pilihan karir sampai pada tahap pengambilan keputusan pilihan karir.

B.            IDENTIFIKASI KEBUTUHAN MEDIA SESUAI DENGAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF
Model bimbingan dan konseling Komprehensif terdapat tiga unsur dan empat komponen. Tiga Unsur tersebut meliputi isi dari program, kerangka yang organisatoris, dan sumber daya. Isi meliputi kemampuan siswa. Kerangka mempunyai tiga komponen struktural (definisi, asumsi, dan dasar pemikiran) dan empat komponen program (guidance curriculum, individual planning, responsive services, and system support). Unsur Sumber daya menyertakan personil, anggaran dana, dan mengimplementasikan program. Bimbingan dan konseling komprehensif mempunyai komponen yang menyertakan aktivitas dan tanggung-jawab dari semua yang terlibat dalam program bimbingan dan konseling komprehensif (Cobia & Henderson, 2009: 61).
Lebih lanjut menurut Bowers & Hatch (Fathur Rahman, 2009: 3) menyatakan bahwa program bimbingan dan konseling sekolah tidak hanya bersifat komprehensif dalam ruang lingkup, namun juga harus bersifat preventif dalam desain, dan bersifat pengembangan dalam tujuan (comprehensive in scope, preventive in design and developmental in nature). Pertama, bersifat komprehensif berarti program bimbingan dan konseling harus mampu memfasilitasi capaian-capaian perkembangan psikologis siswa dalam totalitas aspek bimbingan (pribadi-sosial, akademik, dan karir). Layanan bimbingan dan konseling di tujukan untuk seluruh siswa tanpa syarat apapun. Kedua, bersifat preventif dalam disain mengandung arti bahwa pada dasarnya tujuan pengembangan program bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya dilakukan dalam bentuk yang bersifat preventif. Upaya pencegahan dan antisipasi sedini mungkin (preventive education) hendaknya menjadi semangat utama yang terkandung dalam pelayanan dasar (guidance curriculum) yang diterapkan sekolah. Melalui cara yang preventif tersebut diharapkan siswa mampu memilah tindakan dan sikap yang tepat dan mendukung pencapaian perkembangan psikologis kearah ideal dan positif. Beberapa program yang dapat dikembangkan seperti pendidikan multikultarisme dan anti kekerasan, mengembangkan keterampilan resolusi konflik, pendidikan seksualitas, kesehatan reproduksi, dan sebagainya, Ketiga, bersifat pengembangan dalam tujuan bahwa program yang didisain konselor sekolah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan para peserta didik sesuai dengan tahap perkembangan.
1.    Komponen Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Menurut Depdiknas (2007: 207), ”program bimbingan dan konseling mengandung empat komponen pelayanan, yaitu: (1) pelayanan dasar bimbingan; (2) pelayanan responsif, (3) perencanaan individual, dan (4) dukungan sistem”. Adapun pengertian tiap-tiap komponen pelayanan tersebut sebagai berikut:
a.    Pelayanan Dasar
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya. Di Amerika Serikat sendiri, istilah pelayanan dasar ini lebih populer dengan sebutan kurikulum bimbingan (guidance curriculum).
Tidak jauh berbeda dengan pelayanan dasar, menurut Gybers & Henderson (American School Counselor Association, 2005: 22) kurikulum bimbingan ini diperuntukan kepada seluruh peserta didik yang diharapkan dapat memfasilitasi peningkatan keterampilan sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Penggunaan instrumen asesmen perkembangan dan kegiatan tatap muka terjadwal di kelas sangat diperlukan untuk mendukung implementasi komponen ini. Asesmen kebutuhan diperlukan untuk dijadikan landasan pengembang; pengalaman terstruktur yang disebutkan.

b.    Pelayanan Responsif
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang di ungkapkan oleh Gysbers & Henderson (American School Counselor Association, 2005: 22), tujuan pelayanan ini adalah memberikan bantuan khusus bagi konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan degan segera.

c.    Perencanaan Individual
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada peserta didik agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Pemahaman konseli secara mendalam dengan segala karakteristiknya, penafsiran hasil asesmen, dan penyediaan informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang dimiliki konseli amat diperlukan sehingga konseli mampu memilih dan mengambil keputusan yang tepat di dalam mengem-bangkan potensinya secara optimal, termasuk keberbakatan dan kebutuhan khusus konseli. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang di ungkapkan oleh Gysbers & Henderson (American School Counselor Association, 2005: 22), perencanaan individual merupakan kegiatan yang sistematis yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami dan mengambil tindakan untuk mengembangkan rencana masa depan.

d.   Dukungan Sistem
Ketiga komponen di atas, merupakan pemberian bimbingan dan konseling kepada konseli secara langsung. Menurut Gysber & Henderson (2006: 81), dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja infra struktur (misalnya Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli.
Program ini memberikan dukungan kepada konselor dalam memperlancar penyelenggaraan pelayanan di atas. Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di sekolah/madrasah. Dukungan sistem ini meliputi aspek-aspek:
a)    Pengembangan Jejaring (networking)
Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor yang meliputi:
(a)  konsultasi dengan guru-guru
(b)  menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat
(c)  berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan Sekolah/Madrasah
(d) bekerjasama dengan personel sekolah/madrasah lainnya dalam rangka menciptakan lingkungan sekolah/madrasah yang kondusif bagi perkembangan konseli
(e)  melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling
(f)  melakukan kerjasama atau kolaborasi dengan ahli lain yang terkait dengan ahli lain yang terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling.

b)   Kegiatan Manajemen
Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan
(a)  pengembangan program
(b)   pengembangan staf
(c)   pemanfaatan sumber daya
(d)  pengembangan penataan kebijakan Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang di ungkapkan oleh Gysbers & Henderson (American School Counselor Association, 2005: 22), dukungan system terdiri dari pengembangan professional; konsultasi, kerjasama dan kolaborasi; dan pengembangan program dan aktivitas yang memelihara dan meningkatkan  program bimbingan dan konseling sekolah.

c)    Pengembangan Profesionalitas
Konselor secara terus menerus berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan keterampilannya melalui:
(a)   in-service training,
(b)   aktif dalam organisasi profesi,
(c) aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah; seperti seminar dan workshop (lokakarya), atau
(d)   melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi (Pascasarjana).

Pemberian Konsultasi dan Berkolaborasi Konselor perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan guru, orang tua, staf Sekolah/Madrasah lainnya, dan pihak institusi di luar sekolah/ madrasah (pemerintah, dan swasta) untuk memperoleh informasi, dan umpan balik tentang pelayanan bantuan yang telah diberikannya kepada para konseli, menciptakan lingkungan sekolah/madrasah yang kondusif bagi perkembangan konseli, melakukan referal, serta meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling. Dengan kata lain strategi ini berkaitan dengan upaya sekolah/madrasah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan.
Jalinan kerjasama ini seperti dengan pihak-pihak:
a.       instansi pemerintah,
b.      instansi swasta,
c.       organisasi profesi, seperti ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia),
d.      para ahli dalam bidang tertentu yang terkait, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan orang tua konseli, 
e.       MGBK (Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling), dan
f.       Depnaker (dalam rangka analisis bursa kerja/lapangan  pekerjaan).

2.    Manajemen Program
Suatu program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara dan tercapai bila tidak memiliki suatu sistem  pengelolaan (manajemen) yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah.
a.    Riset dan Pengembangan
Kegiatan riset dan pengembangan merupakan aktivitas konselor yang berhubungan-dengan pengembangan professional secara berkelanjutan, meliputi:
(1)          merancang, melaksanakan dan memanfaatkan penelitian dalam bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kualitas layanan bimbingan dan konseling, sebagai sumber data bagi kepentingan kebijakan sekolah dan implementasi proses pembelajaran, serta pengembangan program bagi peningkatan unjuk kerja professional konselor;
(2)          merancang, melaksanakan dan mengevaluasi aktivitas pengembangan diri konselor professional sesuai dengan standar kompetensi konselor;
(3)          mengembangkan kesadaran komitmen terhadap etika professional;
(4)          berperan aktif di dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling.

3.    Strategi Implementasi Komponen Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Menurut Depdiknas (2007: 224-230), strategi pelaksanaan program untuk masing-masing komponen pelayanan dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.    Pelayanan dasar
a)    Bimbingan Kelas
Program yang dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik di kelas. Secara terjadwal, konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada para peserta didik. Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa diskusi kelas atau brain storming (curah pendapat).
b)   Pelayanan Orientasi
Pelayanan ini merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, terutama lingkungan Sekolah/Madrasah, untuk mempermudah atau memperlancar berperannya mereka di lingkungan baru tersebut. Pelayanan orientasi ini biasanya dilaksanakan pada awal program pelajaran baru.
Materi pelayanan orientasi di Sekolah/Madrasah biasanya niencakup organisasi Sekolah/Madrasah, staf dan guru-guru, kurikulum, program bimbingan dan konseling, program ekstrakurikuler, fasilitas atau sarana prasarana, dan tata tertib Sekolah Madrasah.
c)    Pelayanan Informasi
Yaitu pemberian informasi tentang berbagai hal yang dipandang   bermanfaat bagi peserta didik melalui komunikasi langsung maupun tidak langsung (melalui media cetak maupun elektronik, seperti: buku, brosur, leaflet, majalah, dan internet).
d)   Bimbingan Kelompok
Konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada peserta didik melalui kelompok-kelompok kecil (5 s.d. 10 orang). Bimbingan ini ditujukan untuk merespon kebutuhan dan minat para peserta didik (American School Counselor Association, 2005: 41). Topik yang didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini, adalah masalah yang bersifat umum (common problem) dan tidak rahasia, seperti: cara-cara belajar yang efektif, kiat-kiat menghadapi ujian, dan mengelola stress.
e)    Pelayanan Pengumpulan Data (Aplikasi Instrumentasi)
Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi  tentang pribadi peserta didik, dan lingkungan peserta didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.

b.    Pelayanan responsif
a)    Konseling Individual dan Kelompok
Pemberian pelayanan konseling ini ditujukan untuk membantu peserta didik yang mengalami kesulitan, mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Melalui konseling, peserta didik (konseli) dibantu untuk mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, penemuan alternatif pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan secara lebih tepat (Gysber & Henderson, 2006: 80). Konseling ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok.

b)   Referal (Rujukan atau Alih Tangan)
Apabila konselor merasa kurang memiliki kemampuan untuk menangani masalah konseli, maka sebaiknya dia mereferal atau mengalihtangankan konseli kepada pihak lain yang lebih berwenang, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan kepolisian. Konseli yang sebaiknya direferal (American School Counselor Association, 2005: 42)  adalah mereka yang memiliki masalah, seperti mempunyai niat untuk bunuh diri, depresi, tindak kejahatan (kriminalitas), kecanduan narkoba, dan penyakit kronis.

c)    Kolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali Kelas
Konselor berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka   memperoleh informasi tentang peserta didik (seperti prestasi belajar, kehadiran, dan pribadinya), membantu memecahkan masalah peserta didik, dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat   dilakukan oleh guru mata pelajaran.

Aspek-aspek itu di antaranya:
(a) menciptakan iklim sosio-emosional kelas yang kondusif bagi belajar  peserta didik;
(b) memahami karakteristik peserta didik yang unik dan beragam;
(c) menandai peserta didik yang diduga bermasalah;
(d) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar melalui program remedial teaching;
(e) mereferal (mengalihtangankan) peserta didik yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing;
(f) memberikan informasi yang up to date tentang kaitan mata pelajaran dengan bidang kerja yang diminati peserta didik;
(g) memahami perkembangan dunia industri atau perusahaan, sehingga dapat memberikan informasi yang luas kepada peserta didik; tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, suasana kerja, persyaratan kerja, dan prospek kerja);
(h) menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek emosional, sosial, maupun moral-spiritual (hal ini penting,  karena guru merupakan "figur central" bagi peserta didik);
(i) memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran yang diberikannya secara efektif.





d)   Kolaborasi dengan Orang tua
Konselor perlu melakukan kerjasama dengan para orang tua peserta didik. Kerjasama ini penting agar proses bimbingan terhadap peserta didik tidak hanya berlangsung di sekolah/madrasah, tetapi juga oleh orang tua di rumah.
Melalui kerjasama ini memungkinkan terjadinya saling memberikan informasi, pengertian, dan tukar pikiran antar  konselor dan orang tua dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik atau memecahkan masalah yang mungkin dihadapi peserta didik. Untuk melakukan kerjasama dengan orang tua ini, dapat dilakukan beberapa upaya, seperti: (a) kepala sekolah/ madrasah atau komite sekolah/madrasah mengundang para orangtua untuk datang ke sekolah/madrasah (minimal satu semester satu kali), yang pelaksanaannya dapat bersamaan dengan pembagian rapor, (b) sekolah/madrasah memberikan informasi kepada orangtua (melalui surat) tentang kemajuan belajar atau masalah peserta didik, dan (c) orang tua diminta untuk melaporkan keadaan anaknya di rumah ke sekolah/madrasah, terutama menyangkut kegiatan belajar dan perilaku sehari-harinya.

e)    Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar sekolah/madrasah
Yaitu berkaitan dengan upaya sekolah/madrasah untuk menjalin   kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan    dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan. Jalinan kerjasama    ini seperti dengan pihak-pihak (a) instansi pemerintah, (b) instansi    swasta, (c) organisasi profesi, seperti ABKIN (Asosiasi Bimbingan    dan Konseling Indonesia), (d) para ahli dalam bidang tertentu yang    terkait, seperti psikolog, psikiater, dan dokter, (e) MGP (Musyawarah Guru Pembining), dan (f) Depnaker (dalam rangka analisis bursa kerja/lapangan pekerjaan).

6)      Konsultasi
Konselor menerima pelayanan konsultasi bagi guru, orang tua, atau pihak pimpinan sekolah/madrasah yang terkait dengan upaya membangun kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan kepada para peserta didik, menciptakan lingkungan sekolah/madrasah yang kondusif bagi perkembangan peserta didik, melakukan referal, dan meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling (Gysber & Henderson, 2006: 80).

7)      Bimbingan Teman Sebaya (Peer Guidance/Peer Facilitation)
Bimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang dilakukan oleh peserta didik terhadap peserta didik yang lainnya. Peserta didik yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh konselor. Peserta didik yang menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu peserta didik lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik (American School Counselor Association, 2005: 42). Di samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan, atau masalah peserta didik yang perlu mendapat pelayanan bantuan bimbingan atau konseling.

8)      Konferensi Kasus
Yaitu kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik itu. Pertemuan konferensi kasus ini bersifat terbatas dan tertutup.

9)      Kunjungan Rumah
Yaitu kegiatan untuk memperoleh data atau keterangan tentang peserta didik tertentu yang sedang ditangani, dalam upaya mengentaskan masalahnya, melalui kunjungan ke rumahnya.

c.    Perencanaan individual
Konselor membantu peserta didik menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh, yaitu yang menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangan, atau aspek-aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir. Melalui kegiatan penilaian diri ini, peserta didik akan memiliki pemahaman, penerimaan, dan pengarahan dirinya secara positif dan konstruktif. Pelayanan perencanaan individual ini dapat dilakukan juga melalui pelayanan penempatan (perpindahan situasi dari sekolah ke lapanagan kerja, sekolah ke jenjang berikutnya, atau pindah ke sekolah lain), untuk membantu peserta didik menempati posisi yang sesuai dengan bakat dan minatnya (American School Counselor Association, 2005: 41).
Hal senada juga diungkapkan oleh Gysber & Henderson (2006: 75) menyatakan strategi implementasi dari individual planning adalah dengan (1) individual appraisal yaitu konselor sekolah membantu siswa untuk menilai dan menafsirkan kemampuan, minat, keterampilan, dan prestasi mereka, (2) individual advisement yaitu konselor sekolah membantu siswa untuk menggunakan informasi pribadi / sosial, akademik, karir, dan informasi pasar tenaga kerja untuk membantu mereka merencanakan dan menyadarkan mereka tentang pribadi, sosial, akademik, dan tujuan karirnya, (3) transition planning yaitu konselor sekolah dan tenaga pendidikan lainnya membantu siswa untuk melakukan transisi dari sekolah ke kerja atau untuk pelajaran tambahan dan pelatihan, (4) follow-up yaitu konselor sekolah dan tenaga pendidikan lainnya memberikan bantuan tindak lanjut untuk siswa serta tindak lanjut mengumpulkan data untuk evaluasi dan perbaikan program.
Konseli menggunakan informasi tentang pribadi, sosial, pendidikan dan karir yang diperolehnya untuk (a) merumuskan tujuan, dan merencanakan kegiatan (alternatif kegiatan) yang menunjang pengembangan dirinya, atau kegiatan yang berfungsi untuk memperbaiki kelemahan dirinya; (b) melakukan kegiatan yang sesuai dengan tujuan atau perencanaan yang telah ditetapkan, dan (c) mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukannya.

d.   Dukungan system
a)    Pengembangan Profesi
Konselor secara terus menerus berusaha untuk "meng-update"    pengetahuan dan keterampilannya melalui (a) in-service training, (b) aktif dalam organisasi profesi, (c) aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti seminar dan workshop (lokakarya), atau (d) melanjutkan studi  ke program yang lebih tinggi (American School Counselor Association, 2005: 43).
b)   Manajemen Program
Program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan    tercipta, terselenggara, dan tercapai bila tidak memiliki suatu system manajemen yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Oleh karena itu, bimbingan dan konseling harus ditempatkan sebagai bagian terpadu dari seluruh program sekolah/madrasah dengan dukungan wajar dalam aspek ketersediaan sumber daya manusia (konselor), maupun sarana, dan pembiayaan.

c)    Riset dan Pengembangan
Strategi: melakukan penelitian, mengikuti kegiatan profesi dan mengikuti aktifitas peningkatan profesi serta kegiatan pada organisasi profesi (American School Counselor Association, 2005: 43).

4.    Penyusunan Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Menurut Depdiknas (2007:220-223), penyusunan program bimbingan dan konseling di sekolah dimulai dari kegiatan asesmen, atau kegiatan mengidentifikasi aspek-aspek yang dijadikan bahan masukan bagi penyusunan program tersebut. Asesmen adalah aktivitas fondasi bagi pengembangan program yang akuntabel (Gibson & Mitchell, 2008: 567). Kegiatan asesmen ini meliputi (1) asesmen lingkungan, yang terkait dengan kegiatan mengidentifikasi harapan sekolah dan masyarakat (orang tua peserta didik), sarana dan prasarana pendukung program bimbingan, kondisi dan kualifikasi konselor, dan kebijakan pimpinan sekolah ; dan (2) asesmen kebutuhan atau masalah peserta didik, yang menyangkut peserta didik, seperti aspek fisik (kesehatan dan keberfungsinya), kecerdasan, motif  belajar, sikap dan kebiasaan belajar, minat-minatnya (pekerjaan, jurusan, olah raga, seni, dan keagamaan), masalah-masalah yang dialami, dan kepribadian ; atau tugas-tugas perkembangan sebagai landasan untuk memberikan pelayanan bimbingan dan konseling. Program bimbingan dan konseling sekolah dapat disusun secara makro untuk 3-5 tahun, messo 1 tahun dan mikro sebagai kegiatan operasional dan untuk memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan khusus.
Berikut adalah struktur pengembangan program berbasis tugas-tugas perkembangan sebagai kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik. Dalam merumuskan program, struktur dan isi atau materi program ini bersifat fleksibel yang disesuaikan dengan kondisi atau kebutuhan peserta didik berdasarkan hasil penilaian kebutuhan di setiap sekolah.

























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Media dalam konseling antara lain adalah komputer dan perangkat audio visual. komputer merupakan salah satu media yang dapat dipergunakan oleh konselor dalam proses konseling. Pelling (2002) menyatakan bahwa penggunaan computer(internet) dapat dipergunakan untuk membantu siswa dalam proses pilihan karir sampai pada tahap pengambilan keputusan pilihan karir.
Model bimbingan dan konseling Komprehensif terdapat tiga unsur dan empat komponen. Tiga Unsur tersebut meliputi isi dari program, kerangka yang organisatoris, dan sumber daya. Isi meliputi kemampuan siswa. Kerangka mempunyai tiga komponen struktural (definisi, asumsi, dan dasar pemikiran) dan empat komponen program (guidance curriculum, individual planning, responsive services, and system support). Unsur Sumber daya menyertakan personil, anggaran dana, dan mengimplementasikan program. Bimbingan dan konseling komprehensif mempunyai komponen yang menyertakan aktivitas dan tanggung-jawab dari semua yang terlibat dalam program bimbingan dan konseling komprehensif (Cobia & Henderson, 2009: 61).




DAFTAR  PUSTAKA

Baggerly, Jennifer. 2002. Practical Technological Applications to Promote Pedagogical Principles and Active Learning in Counselor Education. Journal of Technology in Counseling. Vol. 2_2.
Menanti, Asih. 2005. Konseling Indigenous. Makalah disampaikan pada Konvensi Nasional ABKIN di Bandung 2005.
Pelling, Nadine. 2002. The Use Technology In Career Counseling. Journal of Technology in Counseling. Vol. 2_2.
Sadiman, Arief. Dkk. 2002. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Press.
Sampson, James, P. 2000. Using the Internet to Enchance Testing in Counseling. Journal of Counseling and Development. V 78: 348-356.
Suyitno, Imam. 1997. Pemanfaatan Media dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA). Jurnal Sumber Belajar: Kajian Teori dan Aplikasi. 4 Nopember 1997.
Dryden, Gordon; dan Voss, Jeanette; (1999), ”the Learning Revolution: to Change the Way the World Learn”, the Learning Web, Torrence, USA, http://www.thelearningweb.net.